Ke Mana Menuju: Arus Mutakhir Dalam Naskah Teater Indonesia

Pada gelaran Indonesia Dramatic Reading Festival 2018 kali ini, rokateater ambil bagian dalam pembacaan naskah lakon/teks teater. IDRF tahun ini mengambil tema Ke Mana Menuju: Arus Mutakhir Dalam Naskah Teater Indonesia. Teks yang akan kami baca merupakan karya Afrizal Malna yang berjudul Migrasi Dari Ruang Tamu (1993).

Teks Afrizal Malna ini akan dibacakan oleh Ahmat Sofyan, Neneng Hanifah Maryam, Wijil Rachmadhani. Sementara itu, naskah lakon Tiga Lapis Kesedihan (2017) karya Shohifur Ridho’i, salah satu sutradara rokateater, akan dibacakan oleh Performer Studio Teater Garasi.

____________

Ke Mana Menuju: Arus Mutakhir Dalam Naskah Teater Indonesia
Pengantar Kuratorial

Naskah drama jarang sekali diberi tempat untuk dibicarakan dan terutama dilihat secara lebih dekat melalui pengalaman membaca kolektif seperti yang dilakukan dalam IDRF. Untuk itu, dengan semangat IDRF (berdasarkan pembacaan saya atas catatan kuratorial IDRF 2 tahun terakhir) memelihara dan mengapresiasi produksi naskah drama, saya menemukan pentingnya merespon inisiatif dan kecenderungan para penulis naskah terkini—yang sebagian besar datang dari pelaku seni beragam latar belakang—mengkonsepkan pertunjukan yang cair batas disiplin ke dalam sebuah teks. Adanya usaha untuk menemukan bentuk-bentuk baru di atas panggung (terutama dalam teater), telah menciptakan sebuah arus penciptaan naskah yang tak lagi memerlukan alur bercerita padat, dialog yang jelas, dan unsur-unsur lakon lain yang tergantikan dengan misalnya petunjuk pemanggungan, skenografi, data riset, instruksi melakoni peran atau bahkan berisi catatan proses latihan yang dibakukan.

Praktik penulisan naskah yang non-konvensional ini bukan hal yang baru, kita bisa dapat menarik sejauh pratik penulisan yang dilakukan oleh Putu Wijaya, Arifin C. Noer, maupun Ikranegara pada tahun 1970-an yang mulai menawarkan kemungkinan-kemungkinan bentuk naskah yang tidak konvensional. Namun, baru-baru ini ada semacam kecenderungan di antara para pelaku teater yang semakin menjauh dari daya kritis kita membaca ide yang tertuang melalui teks. Ada semacam keengganan untuk memeriksa bagaimana teks tersebut terumuskan atau sekadar membaca dengan lebih cermat sebelum memuntahkannya bulat-bulat menjadi serangkaian simbol di atas panggung.

Pendek cerita, saya mengajukan beberapa pertanyaan yang akan kita lihat bersama melalui beberapa naskah mutakhir yang terpilih tahun ini. Kami mencanangkan kata mutakhir di sini untuk melihat yang terbaru secara periode seperti yang nampak pada naskah Shohifur Ridho, Shinta Febriany, maupun Riyadhus Salihin maupun memeriksa naskah yang lebih lama, seperti pada naskah Afrizal Malna.

· Apakah unsur-unsur esensial lakon masih perlu dimunculkan/menjadi syarat utama untuk mengategorikan sebuah teks sebagai naskah?
· Apakah naskah drama dapat berdiri sendiri dan tetap dimengerti dalam penyampaiannya yang baru?

Serta pertanyaan atau tanggapan lain yang mungkin dimiliki para pelaku, pembaca, penggiat atau sekadar penikmat dari jauh. Harapannya dengan pembacaan oleh sejumlah grup lintas disiplin dalam IDRF kali ini, kita menemukan lebih banyak alternatif dalam mengapresiasi lakon-lakon baru yang, atau setidaknya mempertanyakan arah perkembangan penulisan naskah teater Indonesia. Apakah kita perlu mengubah cara membaca atau memilih sikap yang lebih kritis ketika menulis? Saya pikir keduanya tak terpisahkan dan semoga dapat dibicarakan dengan asyik di IDRF 2018.

Rebecca Kezia & Muhammad Abe
Kurator IDRF 2018


Tentang IDRF

IDRF (Indonesia Dramatic Reading Festival/Festival Pembacaan Naskah Lakon Indonesia) pertama kali diselenggarakan tahun 2010 atas inisiatif dari Joned Suryatmoko (Teater Gardanalla) dan Gunawan Maryanto (Teater Garasi/Garasi Performance Insitute).

IDRF digagas sebagai ruang untuk memperkenalkan lakon-lakon lama dan baru, lokal dan asing, melalui jalan pembacaan dramatik.

IDRF adalah festival pembacaan naskah lakon Indonesia yang independen dan dirancang untuk berkembang secara organik seturut kebutuhan para penulis naskah lakon di Indonesia. Selain dijalankan berdasar irisan kepentingan berbagai lembaga, IDRF juga dijalankan dengan kerja sukarela (voluntary) oleh berbagai pihak yang mendukung.

Selama 8 kali penyelenggaraan IDRF telah dibacakan 37 judul naskah, baik naskah Indonesia maupun naskah terjemahan.